Jumat, 18 Januari 2008

Situ Patengan, Sebuah Keajaiban Bandung Selatan

Waktu itu, jumat, 30 November 2007, saya bersama kawan-kawan scooterist berjalan dari Jakarta menuju kawasan wisata Ciwidey, Jawa Barat. Kami sengaja melakukan perjalanan yang sangat melelahkan itu untuk menghilangkan rasa penasaran tentang keindahan taman wisata situ patengan.

Jumat malam sekitar pukul 22.00 malam kami berangkat dari Jakarta Menuju Ciwidey. Tapi sepertinya tidak wajar kalau grup scooterist tidak menemui masalah ketika melakukan perjalanan jauh. bisa dibilang yang namanya mesin mati, ban pecah, tali kopling putus, bahkan selongsong stang patah, itu sudah hal biasa yang dihadapi para scooterist. tetapi hal tersebut tidak menyurutkan niat kami untuk sampai di tempat wisata tersebut.


Sabtu, 1 Desember 2007, pukul 07.00 pagi akhirnya kami tiba juga di terminal Elang, Bandung. Perjalanan menuju objek wisata tersebut sepanjang 47km dari Kotamadya Bandung mungkin bisa dikatakan melelahkan pikiran menyaksikan kemacetan jalan Kopo sebagai satu-satunya jalan akses yang mudah dibandingkan dengan jalur lainnya serta melelahkan otot-otot tangan kiri menahan kopling bagi sang supir. Jika anda sudah melewati fly over jalan tol Padalarang-Cileunyi selepas pintu tol Kopo maka anda akan menyadari bahwa perjalanan dari lingkar selatan jalan Soekarno-Hatta hingga kota Kabupaten Bandung di Soreang adalah datar, sejauh kira-kira 10km. Bahkan jika anda melihat peta administratif Soreang adalah titik tengah dari keseluruhan kota Bandung.

Kita sudah memasuki Ciwidey, kota wisata di Jawa Barat. ketika menanjak terlihat banyak sekali kebun-kebun stroberi. Anda bisa memetiknya sendiri sambil memakan langsung. tetapi sepertinya sekarang bukan saat yang tepat untuk kami singgah di kebun stroberi, karena rasa lelah selama perjalanan 9 jam membuat kami ingin cepat-cepat sampai di Situ Patengan.

Perjalanan berikutnya sampai di gerbang Kawah Putih Gunung Patuha yang kawahnya sendiri masih sekitar 5km lagi melalui jalan sempit beraspal naik turun dan lebih banyak naiknya. Kiri kanan jalanan tersebut dipenuhi dengan tumbuhan hutan tropis, tinggi dan rapat-rapat. Saat melewati jalan tersebut kabut sedang turun dan bau belerang mulai tercium. Transmisi kendaraan harus di gigi satu, entah kenapa meskipun jalan agak datar saat dipindah ke gigi dua mesin kendaraan ngos-ngosan tidak bertenaga. mantapnya perjalananku kali ini. objek wisata selanjutnya adalah pemandian air panas alami Cimanggu. Perjalanan dilanjutkan kembali melewati bumi perkemahan Ranca Upas dan perkebunan teh Walini. Tetapi kami tidak mencoba masuk ke tempat-tempat wisata tersebut, rasanya ingin terus dan akhirnya sampai juga kami ke tempat tujuan kami, Situ Patengan.



Situ Patengan, tepatnya di Kecamatan Rancabali sekitar 47 km selatan Kota Bandung, adalah sebuah kawasan sejuk dikelilingi kebun teh Rancabali yang bernama Situ Patengan (Danau Patengan). Entah bagaimana awalnya, areal seluas 150 Ha ini untuk beberapa orang lebih sering disebut sebagai Situ Patenggang.

Menurut keterangan yang saya baca di lokasi, dikisahkan bahwa nama Situ Patengan berawal dari istilah sunda yaitu Pateangan-teangan yang berarti saling mencari. Masyarakat sekitar bermitos bahwa dahulu kala hiduplah seorang putra prabu bernama Ki Santang dan Putri titisan dewi bernama Dewi Rengganis yang saling mencintai namun terpisah sekian lamanya. karena cinta yang mendalam, mereka saling mencari dan akhirnya bertemu di sebuah tempat yang sampai sekarang dinamakan Batu Cinta. Dewi Rengganis kemudian minta dibuatkan danau dan sebuah perahu untuk berlayar bersama. Perahu tsb kini menjadi sebuah pulau yang berbentuk hati dan disebut2 sebagai Pulau Asmara (Pulau Sasaka). Konon kabarnya, jika kita singgah ke batu cinta dan mengelilingi pulau asmara, kita akan mendapati cinta yang abadi seperti mereka.

Akhirnya sampai juga kami di Situ Patengan setelah melewati beberapa fase kehidupan... dan akhirnya kita membuktikan bahwa perjalanan kami tidak sia-sia. ternyata keindahan alam Situ Patengan bukanlah sesumbar. Untuk bisa berkeliling, di sana sudah disediakan perahu yang bisa kita sewa. Selain perahu-perahu warna warni juga disediakan perahu bebek genjot. Kami memutuskan untuk menggelar matras di sekitar danau sambil minum kopi menikmati indahnya pemandangan danau tersebut. kami memang sengaja membawa peralatan kemah untuk bermalam di danau tersebut. dan malam di sana sangat dingin, terlebih lagi warung-warung tempat menjual jajanan sudah tutup, sehingga sial sekali apabila kita tidak membawa peralatan lengkap ketika kita ingin berkemah di sana.

Pagi, Minggu 2 Desember 2007, langit biru menghiasi indahnya alam Situ Patengan. sepertinya langit seperti ini tidak akan kita temui di kota-kota besar, apalagi Jakarta. bayangan perahu-perahu yang sedang parkir terlihat di air. mungkin karena airnya masih cukup bersih. Rasanya ingin sekali kami berdiam sekitar seminggu di sana, karena masih banyak objek wisata yang belum kami jamah seperti kawah putih dsb, tetapi kami tidak bisa berlama-lama di sana karena banyak hal yang harus dilakukan esok hari. dan terutama, kondisi keuangan kami yang semakin menipis. Siangnya sekitar pukul 11.00, kami bersiap melakukan perjalanan pulang kembali ke Jakarta.